Seandainya Pemecahan Rekor Itu di Jambore Pramuka Dunia ke-22 Swedia Gemanya Lebih Membahana


Belum lebih dari sebulan, tepatnya pada tanggal 9 Juli 2011 kita boleh berbangga mendapatkan anugerah Guiness World Recordmelalui pemecahan rekor Pemain Angklung Terbanyak di Dunia. Yang menarik, kegiatan tidak berlangsung di Indonesia melainkan di Monumen Grounds North Lawn, National Mall Washington DC, Amerika Serikat
National Mall adalah taman luas di pusat Kota Washington. Lokasinya  menghadap Capitol Hill (Gedung Kongres AS) serta berseberangan dengan Gedung Putih, kantor dan kediaman resmi Presiden AS.. National Mallkerap dijadikan tempat berkumpulnya ratusan, ribuan hingga jutaan orang yang menghadiri berbagai peristiwa, mulai dari pertunjukan seni,  perayaan Hari Kemerdekaan, hingga pelantikan Presidan AS.
Sukesnya acara penganugerahan Guiness World Record tersebut tentunya karena dukungan kerja keras staf Kedutaan Besar Indonesia di Amerika Serikat Duta Besar RI yang dipimpin Dino Patti Djalal sehingga berhasil mengumpulkan sebanyak 5180 orang untuk memainkan angklung secara bersama-sama. Acungan jempol juga dialamatkan pada Daeng Udjo maestro dari Saung Angklung Udjo Bandung yang memimpin kegiatan pemecahan rekor tersebut.
Dari sisi jumlah pemain angklung, sebenarnya di Indonesia, rekor lebih besar jumlah pemain angklung pernah dicatat oleh Museum Rekor Indonesia (MURI). Pada 27 Agustus 2007 sebanyak 10.000 orang pemain angklung (sebagian besar mahasiswa) bersama-sama memainkan angklung di Kampus Universitas Padjadjaran Bandung dalam rangkaian penyambutan /penerimaan mahasiswa baru dan Dies Natalis Unpad ke-50.Semua pemainnya orang Indonesia. Sedangkan pertunjukkan angklung pada tanggal 9 Juli 2011 di Amerika yang melibatkan 5180 orang tersebut bukan hanya terdiri dari orang Indonesia yang sedang berada di Amerika saja, tetapi melibatkan banyak warga Amerika dan warga berbagai negara.
Upaya pembuatan rekor dunia permainan angklung tersebut merupakan salah satu upaya yang ditempuh KBRI Washington DC dalam mempromosikan Indonesia, termasuk menegaskan pengakuan UNESCO November tahun lalu terhadap angklung Indonesia sebagai warisan budaya dunia.
                                                                       ***
Pada bulan yang sama, tepatnya tanggal 27 Juli 2011 di Rinkaby Swedia berlangsung Jambore Pramuka Dunia Ke-22 yang merupakan ritual 4 tahunan pramuka penggalang sedunia. Sebagai salah satu negara yang tercatat memiliki jumlah pramuka terbanyak (dari 40 juta anggota pramuka di dunia setengahnya ada di negeri kita) Indonesia tentu saja mengirimkan kontingen Ke Swedia.
Seperti halnya pada Jambore sebelumnya (2007) di Inggris, kontingen Pramuka Indonesia juga memperkenalkan angklung. Namun, di Swedia, kontingen Indondonesia bukan sekadar mempertunjukkan tontonan, namun juga mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada peserta yang mampir ke kamp. Berdasarkan laporan Berthold Sinaulan :” ratusan bahkan ribuan peserta dari berbagai negara mulailah berlatih bermain angklung. Semuanya senang, dapat memperoleh tambahan pengetahuan baru”
Terlebih saat Tim Pemain Angklung dari Kontingen Indonesia mempertujukkan tontonan di acara Indonesia Day Jambore Pramuka Dunia di Rinkaby Swedia. Mereka mendapatkan sambutan yang menggembirakan. “...tampilan angklung dapat applaus yang luar biasa dari tamu undangan”, kata Budi Hartono, seorang pembina dari Kontingen Jawa Barat.
Membayangkan dua fakta respon di Rinkaby Swedia di atas, saya jadi membayangkan: seandainya saja pemecahan rekor Pemain Angklung Terbanyak di Dunia tersebut dilaksanakan di lapangan luas Rinkaby Swedia tempat dimana Jambore Pramuka Dunia ke-22 berlangsung dan menyertakan seluruh peserta jambore sebagai pemain angklung, hasilnya pasti lebih luar biasa. Bayangkan saja Peserta Jambore terdiri dari 39.000 orang dan berasal dari 150 negara. Jika mereka bersama-sama memainkan angklung dan melantunkan nada berirama. Wah... Ini baru dahsyat. Mustahilkah?
Mengkoordinasikan ansambel musik angklung yang melibatkan 39.000 pemain, bagi Daeng Udjo, saya yakin pasti bukan kerja sulit. Saya menyaksikan sendiri bagaimana Daeng Udjo dengan mudahnya mengkoordinasikan 10.000 pemain angklung di Universitas Padjadjaran Bandung tanggal 27 Agustus 2007  yang meraih rekor MURI . Hampir seluruh peserta, pada saat itu baru saling bertemu (mereka adalah mahasiswa baru) dan baru pertamakalinya pula memegang alat musik angklung. Namun, cukup dalam hitungan belasan menit, serentak seluruhnya menjadi mahir bermain angklung dan mampu melantunkan beberapa lagu secara bersama-sama dan ... sempurna. Luar biasa. Padahal pelaksanaan ansambel tersebut berlangsung tidak di lapangan terbuka bebas. Sebagian besar peserta tidak bisa melihat dirigen langsung (Daeng Udjo), karena terhalang pepohonan, bangunan dll. Mereka cuma mengandalkan instruksi dirigen lewat monitor yang terdekat. Di Rinkaby? Walaupun melibatkan lebih banyak peserta pasti jadi lebih mudah. Tempatnya terbuka bebas dan tersedia big screen yang mampu menjangkau peserta terjauh dari panggung tempat dirigen memberi aba-aba. Instruksi bakal jauh lebih gampang. Kegembiraan massal pun lebih mudah digerakkan. Apalagi jika kemudian setelah usai mereka tahu bahwa angklung yang dimainkan boleh dibawa pulang sebagai oleh-oleh; kejutan yang bakal dikenang panjang.
Yang mungkin agak sulit adalah masalah pengadaan, pengiriman, dan pendistribusian angklungnya sendiri. Tapi ingat!, itu sebenarnya cuma soal waktu dan masalah teknis. Kalau ada kemauan, semuanya jadi enteng. Biaya? Mangga tinggal dihitung. Hasilnya pasti terlalu murah dibandingkan dengan efek yang bakal didapat. Apalagi jika mempertimbangkan publisitas yang terjadi pada berbagai media terkait dengan event akbar 4 tahunan ini. Gemanya itu lho? Sangat patut dipertimbangkan. Tak hanya bergaung di saat terjadinya peristiwa, tapi sudah dimulai jauh hari sebelumnya, dan tidak segera berakhir sesudahnya.
Ups.... kok melamunnya keterusan, padahal Jambore di Swedia tak lama lagi berakhir. Ada-ada saja. Ups..... tunggu. Kan masih ada Jambore ke-23? Mari ambil secangkir kopi dan teruskan teruskan bermimpi, sambil menunggu waktu sahur..

Beberapa sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar